Malam Pertama di Alam Kubur

MALAM PERTAMA ANDA DALAM KUBUR

Selasa, 19 Februari 2008

Terjadinya Qiyamat Menurut Islam


Beriman kepada hari qiyamat merupakan unsur pokok keimanan dalam Islam. Tanpa beriman kepada hari qiyamat, iman seseorang tidak akan diterima. Sebagaimana tidak diterima apabila tidak beriman kepada Allah, malaikat-malaikat Allah, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan qadha qadar dariNya.

Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman: "...Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya, rasul-rasulNya, dan hari kemudian (qiyamat), maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya."(An-Nisaa':136).

Mengenai kepastian adanya Hari Qiyamat itu sendiri Allah menegaskan dalam firman-firmanNya, diantaranya: "Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-sekali tidak akan dibangkitkan. Katakanlah: Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan dibangkitkan , kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (At-Taghabun 64:7).

Allah subhannahu wa ta'ala berfirman pula, yang artinya : "...serta memberi peringatan (pula) tentang hari berkumpul (qiyamat) tidak ada keraguan padanya. Segolongan masuk surga dan segolongan masuk neraka." (As-Syura 42:7) Dan firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang artinya: "Dan apabila perkataan telah jatuh atas mereka, Kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada mereka, bahwa sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami." (An-Naml 27:82).

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang artinya : "Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi. Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari qiyamat), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir." (Al-Anbiyaa': 96-97).

Firman Allah Subhannahu wa Ta'ala yang artinya : "Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup, dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung lalu dibenturkan keduanya sekali bentur. Maka pada hari itu terjadilah qiyamat, dan terbelahlah langit, karena pada hari itu langit menjadi lemah. Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan malaikat menjunjung 'Arasy Tuhanmu di atas (kepala) mereka. Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatu pun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah). Adapun orang-orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia berkata : Ambillah, bacalah kitabmu (ini). Sesungguhnya aku yakin, bahwa sesungguhnya aku akan menemui hisab (perhitungan) terhadap diriku. Maka orang itu berada dalam kehidupan yang diridhai, dalam surga yang tinggi. Buah-buahannya dekat, (kepada mereka dikatakan): Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan amal yang telah kamu kerjakan pada hari-hari yang telah lalu. Adapun orang yang diberikan kepadanya kitabnya dari sebelah kirinya, maka dia berkata: Wahai alangkah baiknya sekiranya tidak diberikan kepadaku kitabku (ini). Dan aku tidak mengetahui apa hisab terhadap diriku. Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. Hartaku sekali-kali tidak memberi manfaat kepadaku. Telah hilang kekuasaan dariku. (Allah berfirman): Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah Yang Maha Besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk memberi makan orang miskin." (Al-Haaqqah 69:13-34).

Masih banyak ayat-ayat lain di dalam Al-Qur'an yang menegaskan tentang hari qiyamat.

TANDA-TANDA KIAMAT

Adapun tanda-tanda qiyamat, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan dengan beberapa haditsnya. Diantaranya: "Sesungguhnya qiyamat itu tidak akan terjadi sebelum adanya sepuluh tanda-tanda qiyamat, yaitu tenggelam di Timur, tenggelam di Barat, tenggelam di Jazirah Arab, adanya asap, datangnya Dajjal, Dabbah (binatang melata yang besar), Ya'juj dan Ma'juj, terbit matahari dari sebelah barat, keluar api dari ujung Aden yang menggiring manusia, dan turunnya Nabi Isa." (Hadits Riwayat Muslim).

Penjelasan Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya yang lain: "Dajjal datang kepada umatku dan hidup selama 40 tahun, lalu Allah mengutus Isa bin Maryam, kemudian ia mencari Dajjal dan membinasakannya. Kemudian selama 70 tahun manusia hidup aman dan damai, tak ada permusuhan antara siapapun. Sesudah itu Allah meniupkan angin yang dingin dari arah negeri Syam (kini Suriah, pen). Maka setiap orang yang dalam hatinya masih ada kebajikan meskipun sebesar atom, pasti menemui ajalnya. Bahkan jika seandainya seseorang dari kamu masuk ke dalam gunung, pasti angin itu mengejarnya dan mematikannya. Maka sisanya tinggal orang-orang jahat seperti binatang buas (fii khiffatit thoiri wa ahlaamis sibaa'), mereka tidak mengenal kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran. Dan syetan menjelma pada mereka (manusia) lalu berkata: Maukah kamu mengabulkan? Manusia berkata: Apa yang akan kamu perintahkan kepada kami? Syetan lalu memerintahkan kepada mereka agar menyembah berhala, sedang mereka hidup dalam kesenangan. Kemudian ditiuplah sangkakala. Tapi seorangpun tak akan mendengarnya kecuali orang yang tajam pendengarannya. Dan orang yang pertama kali mendengarnya yaitu seorang laki-laki yang mengurusi untanya. Nabi bersabda: Maka matilah semua manusia. Kemudian turunlah hujan seperti hujan gerimis. Maka keluarlah dari situ jasad manusia (dari kubur-kuburnya).
Kemudian ditiup lagi sangkakala, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu. Lalu dikatakan kepada mereka: Wahai manusia, marilah menghadap kepada Tuhanmu dan merekapun berada di Mahsyar karena mereka akan diminta tanggung jawabnya. Kemudian dikatakan kepada mereka, pergilah kamu karena neraka telah dinyalakan, lalu dikatakan lagi: Dari berapakah? Lalu dikatakan lagi: Dari setiap seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan orang. Begitulah keadaannya pada hari anak dijadikan beruban dan pada hari betis disingkap (hari Qiyamat yang menggambarkan orang sangat ketakutan yang hendak lari karena huru-hara Qiyamat)." (Hadits Riwayat Muslim).

Sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam ketika berkhutbah : "Wahai manusia, bahwasanya kamu nanti akan dihimpun Allah dalam keadaan telanjang kaki, telanjang bulat, dalam keadaan kulup (tidak dikhitan). Ingatlah bahwa orang yang mula-mula diberi pakaian adalah Ibrahim AS. Ingatlah bahwa nanti ada di antara umatku yang didudukkan di sebelah kiri. Ketika itu aku berkata: Ya Tuhan, (mereka itu adalah) sahabatku. Lalu Tuhan berkata: Engkau tidak tahu apa yang mereka perbuat sesudah kamu (wafat)." (HR Muslim).

PERTANGGUNG JAWABAN

Mengenai pertanggungan jawab perbuatan, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Pada hari Qiyamat, setiap hamba tak akan melangkah sebelum ditanya empat hal, yaitu tentang umur untuk apa ia habiskan, ilmunya untuk apa ia amalkan, hartanya dari mana ia peroleh dan untuk apa ia belanjakan, dan (kesehatan) badannya untuk apa ia pergunakan."
(HR Tirmidzi, hadits hasan shahih, dan teks ini menurut riwayat Muslim).

Tentang dahsyatnya keadaan Qiyamat sampai manusia tak ingat pada lainnya, adapun penjelasannya: "Dari Aisyah , Bahwa ia teringat Neraka lalu menangis, maka Rasulullah ` bertanya: Apa yang menyebabkan engkau menangis? Aisyah menjawab: Aku teringat pada Neraka, hingga aku menangis. Apakah pada hari Qiyamat kamu akan ingat pada keluargamu? Jawab Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam : Adapun di tiga tempat, orang tidak teringat pada yang lainnya, yaitu ketika ditimbang amalnya sebelum dia mengetahui berat ringannya amal kebaikannya. Ketika buku catatan amalnya beterbangan sebelum dia mengetahui di mana hinggapnya buku itu, di sebelah kanan, kiri, atau di belakangnya. Dan ketika meniti titian/jembatan (shirath) yang terbentang di punggung neraka Jahannam sebelum dia melaluinya." (HR Abu Daud, hadits hasan).

Itulah peristiwa Qiyamat yang wajib kita yakini beserta tanda-tandanya. Semuanya itu merupakan hal yang ghaib, hanya Allah yang mengetahui, sedang Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallammengkhabarkan itu dari wahyu Allah. Maka hal-hal yang tak sesuai dengan penjelasan Allah dan RasulNya mesti kita tolak, meskipun datangnya dari orang yang mengaku intelek, pakar, ataupun mengaku telah menyelidiki bertahun-tahun dengan metode yang disebut ilmiah dan canggih. Sebaliknya, kalau itu datang dari Allah dan RasulNya, maka wajib kita imani. Dan beriman kepada Hari Qiyamat itu merupakan halyangtermasuk pokok di dalamIslam seperti tersebut di atas. Mengingkarinya berarti rusak keimanannya.

(Dikutip dari: Minhajul Muslim , oleh Abu Bakr Al-Jazairi)

Senin, 18 Februari 2008

Mutiara Berharga Bagi Seorang Muslim


Saudaraku, Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta`ala mengutus kita ke muka bumi adalah dalam rangka menjalankan tugas yang mulia. Yaitu mempersembahkan ibadah hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala, menegakkan syariat-Nya, serta memberantas berbagai kemungkaran yang bisa mengundang murka Allah Subhanahu wa Ta`ala. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku, Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi-Ku makan. Sesungguhnya Allah Dialah yang Maha Pemberi rezeki, yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (Adz-Dzaariyaat:56)

Demikianlah perjalanan hidup manusia yang telah ditetapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta`ala. Agar mereka menjalani aktivitas hidup ini sesuai dengan masyi’ah (kehendak)-Nya. Namun dengan kehendak Allah pulalah maka diantara manusia itu ada yang beriman lagi taat, dan ada pula yang ingkar lagi menolak untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Ini semua merupakan bukti keadilan Allah Subhanahu wa Ta`ala terhadap segenap hamba-Nya. Dengan bukti keadilan-Nya Allah hendak menguji para hamba, apakah mereka benar-benar beriman kepada Allah atau sebaliknya? Dan apakah mereka akan dibiarkan mengatakan : ”Kami beriman,” lantas mereka tidak diuji?.

Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : ”Alif Laam Miim, Apakah manusia itu mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan : “kami telah beriman“, sedang mereka tidak diuji lagi. Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar. Dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Al Ankabut : 1-3).

Dan juga Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : ”Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut itu, maka diantara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya” (An Nahl : 36)

Syaikh Abdurahman bin Hasan Alu Syaikh menjelaskan bahwa ayat di atas menunjukkan tentang hikmah diutusnya para rasul, yaitu untuk mendakwahi umat agar mereka beribadah kepada Allah semata dan melarang mereka dari beribadah kepada selain-Nya. Ini merupakan agama para Nabi dan Rasul, walaupun berbeda syariat mereka.

Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman : “Untuk tiap tiap umat diantara kamu Kami berikan aturan (syariat ) dan jalan yang terang.“ (Al Maidah : 48) (Fathul Madjid hal 29 ).

Hendaklah setiap muslim mengetahui bahwa perjalanan hidup mereka di dalam mencari ridho Allah Azza wa Jalla, tidak akan menuju kesempurnaan kecuali didasari dengan ilmu syariat. Maka ilmu adalah sarana yang sangat penting bagi kemaslahatan manusia untuk menjalankan aktifitas hidup di dunia. Karena ilmu merupakan sumber kehidupan jiwa dalam beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehingga tidak akan sempurna dan tegak tatanan kehidupan manusia apabila ilmu tidak lagi dijadikan pedoman dan jalan hidup mereka. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala menganugerahkan ilmu bagi hati bagaikan siraman hujan yang turun ke bumi. Jadi sebagaimana tidak ada kehidupan di muka bumi kecuali dengan turunnya hujan, maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan siraman ilmu.

Di dalam Al Muwaththo -karya Imam Malik- disebutkan : Lukman berkata kepada anaknya : “Wahai anakku duduklah kamu bersama para ulama dan dekatilah mereka dengan kedua lututmu (bergaul dengan mereka), maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta`ala menghidupkan hati-hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana menghidupkan (menyuburkan) bumi dengan hujan yang deras.” (Kitab Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 228)

Oleh Karena itu kebutuhan hati manusia terhadap cahaya ilmu merupakan kebutuhan yang mendesak. Sebagaimana kebutuhan bumi terhadap turunnya hujan tatkala terjadi kekeringan dan paceklik. Maka ilmu merupakan mutiara yang sangat berharga bagi setiap muslim. Karena dengan ilmu jiwa-jiwa manusia akan hidup dan sebaliknya jiwa-jiwa mereka akan mati apabila tidak dibekali dengan ilmu.

Sebagian orang-orang yang arif berkata : “Bukankah orang yang sakit akan mati tatkala tercegah dari makanan , minuman dan obat-obatan? maka dijawab : “Tentu saja,” Mereka mengatakan : “Demikian pula halnya dengan hati jika terhalang dari ilmu dan hikmah maka akan mati.”

Maka tepat jika dikatakan bahwa ilmu merupakan makanan dan minuman hati, serta penyembuh jiwa, karena kehidupan hati bersandar kepada ilmu. Maka apabila ilmu telah sirna dari hati seseorang berarti hakekatnya dia telah mati. Akan tetapi dia tidak merasakan kematian tersebut. Orang yang hatinya telah mati ibarat seorang pemabuk yang hilang akalnya (disebabkan maksiat yang dia lakukan). (Kitab Al Ilmu Fadluhu wa Syarfuhu hal 144-145). Sesungguhnya sebab utama yang bisa merusak bahkan mematikan hati adalah maksiat. Jika hati semakin rusak maka cahaya tersebut akan melemah dan berkurang. Sebagian salaf berkata : “Tidaklah seseorang yang bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala sehingga (menyebabkan) hilang akalnya.”

Maka tertutupnya hati manusia dari cahaya ilmu, tergantung dari tingkatan maksiat yang mereka lakukan. Jika semakin banyak dosa yang dilakukan, maka akan semakin banyak pula celah-celah hati yang tertutup dari cahaya ilmu, dan semakin sulit terbukanya peluang bagi hati untuk tersirami dengan cahaya ilmu. Sehingga menyebabkan dia termasuk dari golongan orang orang yang lalai. Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al Muthaffifin : 14), Sebagian salaf menafsirkan ayat tersebut, yaitu : “Dosa yang dilakukan terus menerus (dosa di atas dosa).”

Berkata Al Hasan : yaitu “Dosa di atas dosa hingga membutakan hati.” (Meriwayatkan darinya (Al Hasan) Abd Ibnu Hamid sebagaimana dalam (Ad Durul Mantsur : 8/447) (Ad Da`u wad Dawa` hal 95-96)

Oleh karena itu hendaklah kita sebagai muslim senantiasa menjaga ilmu yang ada di dalam hati dari hal-hal yang akan memadamkannya. Disertai dengan niat yang ikhlas dan mengamalkan kandungan ilmu tersebut, serta banyak memohon ampunan kepada Allah Subhanahu wa Ta`ala. Sehingga kita bisa menepis berbagai pengaruh dosa yang merupakan sebab kelalaian dan kejahilan manusia. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta`ala berfirman : “(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, kami kutuk mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka diperingatkan dengannya.” (Al-Ma`idah : 5)

Al Imam Syafi`i pernah mengatakan :
Aku pernah mengeluh kepada Imam Waqi` tentang jeleknya hafalanku
Maka beliau membimbingku untuk meningggalkan maksiat
Dan beliau berkata : ” Ketahuilah bahwa ilmu adalah cahaya
Dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat.”

Ucapan Al Imam Syafi`i tersebut merupakan peringatan sekaligus nasehat yang bermanfaat bagi kita, jika tidak ingin kehilangan mutiara yang sangat berharga yaitu ilmu yang bermanfaat. Akhir kata, kita memohon kepada Allah agar menganugerahkan Taufik dan Hidayah-Nya, mengokohkan iman kita dengan ilmu yang bermanfaat di dunia dan akhirat serta tidak memalingkan hati kita kepada kesesatan dan kebinasaan. Amin Yaa mujiibas saa`ilin.

Wallahua`lam bis showab.

(Dikutip dari tulisan Ustadz Abdul Azis As Salafy)
Posted By Togaye Lampung

Sekilas Asal Usul Penyembahan Berhala

Zaman dahulu, hiduplah lima orang sholih yang bernama Wadd, Suwa’, Yaghuts, Ya’uq dan Nasr. Ketika mereka meninggal, kaumnya dibisikan oleh syetan untuk membuat patung-patung yang serupa dengan mereka dan dinamakan sebagaimana nama-nama mereka. Awalnya, patung-patung tersebut tidak disembah. Karena, akal sehat mana yang membenarkan penyembahan patung buatan sendiri. Tapi saat mereka (generasi pembuat patung) sudah meninggal, dan pengetahuan tentang hal tersebut mulai kabur, maka ritual penyembahan patung mulai tumbuh dan berkembang.

Mereka mengira, patung-patung tersebut bisa mendekatkan diri mereka kepada Alloh Subhaallohu wa Ta’ala, sehingga pantas untuk disembah. Tentu saja itu perkiraan yang tidak berdasar sama sekali dan melenceng dengan suksek dari kebenaran. Sungguh hal ini adalah hasil tipu daya syetan atas kekurangan manusia pada saat itu dalam mencari kebenaran dan Aqidah yang shohih.

Kemudian Alloh Subhanallohu wa Ta’ala membangkitkan Rasul-Nya yang pertama, nabi Nuh ‘Alaihissalam untuk menggiring mereka kembali kepada jalan yang benar. Sebagaimana yang terdapat dalam Al Qur’an yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): "Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih", Nuh berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan kepada kamu, yaitu) sembahlah olehmu Alloh, bertakwalah kepada-Nya dan taatlah kepadaku, niscaya Alloh akan mengampuni sebagian dosa-dosamu dan menangguhkan kamu sampai kepada waktu yang ditentukan. Sesungguhnya ketetapan Alloh apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui"” (QS. Nuh: 1-4)

Namun tidak semua diantara mereka yang mendengarkan himbauan ini, sebagian dari mereka menolak ajakan Nabi Nuh ‘Alaihissalam, seperti yang diceritakan oleh Alloh Subhanallohu wa Ta’ala di dalam Al Qur’an, yang artinya: “Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts, ya'uq dan nasr", Dan sesudahnya mereka menyesatkan kebanyakan (manusia);…..” (QS. Nuh: 23-24)

Akhirnya, Alloh Subhanallohu wa Ta’ala mengazab mereka dengan banjir bandang dan tiada kemampuan bagi patung-patung yang mereka sembah untuk menolong mereka. Hanya Alloh Subhanallohu wa Ta’ala yang yang dapat menolong mereka. Tetapi karena mereka menyembah berhala, maka Alloh tidak memberi pertolongan. Alloh Subhanallohu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Disebabkan kesalahan-kesalahan mereka, mereka ditenggelamkan lalu dimasukkan ke neraka, maka mereka tidak mendapat penolong-penolong bagi mereka selain dari Alloh” (QS. Nuh: 25)

Mari kita pahami, suatu hal yang tampaknya sangat sepele, bisa membawa kita menuju pada perkara yang sangat mengerikan. Pada mulanya memang patung-patung tersebut dibuat dengan niat bukan untuk disembah, tapi lama kelamaan, mereka terperosok dalam jurang kemusyirikan yang sungguh luar biasa, suatu dosa besar dimana Alloh Subhanallohu wa Ta’ala tidak akan mengampuninya di akhirat kecuali dia bertaubat di dunia ini.

Kita juga bisa melihat, betapa gigihnya para syetan untuk menyesatkan manusia. Kalau dia tidak bisa menyesatkan dengan cara langsung, dia akan mencari cara yang halus dan pelan tapi pasti. Jika suatu generasi terselamatkan, maka ia akan menggunakan proyek jangka panjang dan bersabar untuk menyesatkan generasi selanjutnya. Makanya, kita jangn bermain api dengan dosa sekecil apapun. Siapa tahu itu merupakan bagian dari proyek syetan untuk menyeret kita menuju dosa yang lebih besar. Wallohu ‘Alam (Ibnu Yunus Al Andalasy)

(Sumber Rujukan: Kitab Tauhid, Ibnu Sulaiman Ad Dar’iy)
Posted By Togaye Lampung