Dua Racun Hati
Jika ada suatu wilayah dengan sutau system pemerintahan, maka pemimpin tertinggi dari wilayah itu pastilah orang yang memegang kendali system pemerintahan tersebut. Apabila sang pemimpin orang bijak Insya Allah keadaan negaranya aman dan tentram. Jika sebaliknya, rusaklah Negara yang ia pimpin. Pejabat kerajaan dan tentaranya hanya akan menjadi alat perampas harta atas nama Negara. Rakyatnya hanya akan berada dalam dua keadaan, meniru perilaku pemimpin tersebut atau melawannya dengan hasutan, pengkhianatan dan pemberontakan.
Begitu juga kalau pemimpin itu bernama hati. Tubuh adalah wilayah kekuasaannya, seakan anggota tubuh seakan para menteri, punggawa, tentara serta rakyatnya. Jika hati lurus, luruslah keadaan tubuh tersebut. Apabila hati rusak, apa yang diperbuat anggota tubuh hanya akan menuruti kerusakan hati.
Kadang-kadang hati itu sehat dan kadangkala ia sakit. Sakitnya hati di sini tidaklah berarti hati itu mati, karena ketika sebuah hati mati, maka artinya adalah hati itu sudah ditutup dari kebenaran. Dan hanya orang kafirlah yang mempunyai hati mati seperti itu.
Secara umum, sebab penyakit hati hanya ada dua, yaitu syubhat dan syahwat. Yang pertama mengaburkan cara pandang dan daya pikir sehingga yang terserang tidak mampu membedakan kebenaran dan kebatilan. Yang kedua menipu mata hati manusia sehingga pandangannya akan tertuju kepada hal-hal yang menyenangkan dari kenikmatan sesaat dan melupakan kenikmatan akhirat.
Dua penyakit inilah yang selalu digunakan setan untuk menyesatkan manusia. Dengan dua penyakit inilah, setan telah membujuk Nabi Adam dan Hawa, sehingga Allah mengeluarkan keduanya dari surga.
“Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya dan berkata, ‘Wahai Adam, maukah aku tunjukkan kepadamu pohon kekekalan dan kerajaan yang tidak akan binasa?’(Thaha: 120)
Syubhat
Syubhat secara bahasa mempunyai makna perkara yang samar-samar atau kabur. Ia digunakan ketika ada sesuatu yang sebenarnya haram dianggap halal, ketika ada kebenaran dianggap sebagai kebatilan. Dr. Ahmad Farid dalam Tazkiyatun Nufus menyebutkan bahwa syubhat adalah kesimpulan yang salah yang diakibatkan oleh keracunan hati dan kesalahn cara berfikir. Definisi kedua inilah yang dimaksudkan sebagai penyakit hati jenis yang pertama.
Jika Allah mencela orang-orang munafik, orang-orang yang mempunyai penyakit hati, dan orang-orang yang menyalahi sebagian ajaran agama, maka jenis penyakit yang ada pada mereka adalah penyakit syubhat.
Contohnya adalah firman Allah, “Di dalam hati mereka ada penyakit, maka Allah pun menambahkan penyakit itu.” (Al-Baqarah : 10)
Penyakit dalam ayat ini adalah keraguan dan kemunafikan. Ini merupakan syubhat dari setan yang dihembuskan ke hati-hati orang munafik sehingga mereka menganggap bahwa keyakinan mereka dapat memperdayai Allah dan orang-orang yang beriman.
Dengan jauhnya jarak jaman ini dengan masa keemasan nubuwah dan sahabat, semakin maraklah syubahat-syubhat yang tersebar di masyarakat. Contoh sederhana adalah sehubungan dengan firman Allah dalam surat Thaha ayat 14, yang artinya, “Dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” Orang-orang yang terkena syubhat akan ngeyel, “Jika tujuan shalat untuk mengingat Allah, tanpa shalat, saya pun sudah senantiasa mengingat Allah. Lalu untuk apa saya melaksanakan shalat?”
Ada juga yang getol menyerukan aktualisasi ajaran Islam sehingga tak hanya pelintar-pelintir ayat dan hadist, menolak ayat dan hadist pun terjadi. Seperti terjadi pada orang yang protes terhadap suatu bagian dalam hal warisan untuk wanita. Menurutnya, sekarang wanita sudah banyak yang bekerja, sehingga seharusnya. Bagiannya juga sama dengan laki-laki.
Syahwat
Syahwat secara bahasa, sebenarnya berarti sesuatu yang diingini. Dalam definisi yang lebih pas, syahwat adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang diinginkan dan kecondongan hati kepada sesuatu yang dicintai.
Sebenarnya syahwat ini sudah menjadi atribut manusia sejak lahir. Tanpa syahwat kepada lawan jenis, tidak akan berlanjutr keturunan anak Adam. Keinginan dasar manusiawi ini akan tercela jika cinta dunia dan panjang angan-angan masuk ke dalamnya.
Dalam Al-Qur’an, apabila konteks kalimatnya mengenai orang-orang yang berbuat maksiat dan mereka yang condong kepadanya, maka jenis penyakitnya adalah penyakit syahwat. Contohnya adalah dalam firman Allah, “Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit di dalam hatinya.” (QS. 33:32).
Komplikasi Syahwat dan Syubhat
Jika penyakit badan bisa berkomplikasi, meyerang satu tubuh pada saat yang sama, begitu pula halnya dengan penyakit syubahat dan syahwat. Sebagaimana disebutkan Allah dalam firman-Nya, “(Janganlah seperti) orang-orang sebelum kamu; mereka adalah orang-orang yang lebih kuat, lebih banyak harta dan anaknya daripada kamu. Mereka mengambil bagian (dunia) mereka, dan kamu pun mengambil bagian dunia kamu sebagaimana mereka mengambil bagian dunia mereka. Dan kamu pun memperbincangkan (kebatilan) sebagaiamana mereka memperbincangkannya.”
Mengomentari ayat ini, Ibnu Qayyim dalam I’lamul-Muwaqi’in berkata, “Firman Allah, ‘kamu nikmati bagianmu sebagaimana orang-orang sebelum kamu menikmati bagian mereka’ merupakan isyarat kepada mengkais-kais syahwat yang merupakan penyakit ahli maksiat. Dan firman Allah, ‘dan kamu mempercakapkan kebatilan sebagaimana mereka mempercakapkannya’ merupakan isyarat koreksi terhadap syubhat yang merupakan penyakit ahli bid’ah, ahli ahwa’, dan tukang-tukang debat. Kebanyakan dua hal tersebut selalu bergandengan. Maka jarang kamu dapati seorang yang rusak akidahnya kecuali akan nampak juga kerusakan pada amalnya.”
Obat Dua Penyakit
Rasulullah telah memberi untuk menanggulangi syubhat dan syahwat dalam hadistnya, “Sesungguhnya dunia itu terkutuk, terkutuk juga apa yang ada di dalamnya kecuali dzikrullah dan mendekatkan diri kepada-Nya, orang alim dan muta’alim (penuntut ilmu).” (HR. Tirmidzi)
Dzikrullah dan pendekatan diri kepada-Nya merupakan senjata untuk melawan syahwat, sedangkan mempelajari dan mengajarkan ilmu agama dapat menghancurkan syubhat.
Ibnu Qayyim mensarikan obat bagi syubhat dan syahwat dari firman Allah, “Dan kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.” (As-Sajdah : 24)
Dalam Risalah Ila Kulli Muslim, beliau berkata, “Allah menggabungkan antara kesabaran dan keyakinan karena keduanya itulah dasar kebahagiaan seorang hamba. Hilangnya keduanya, berarti hilangnya kebahagiaan. Karena hati itu kerap disusupi syahwat yang menyelisihi perintah Allah dan syubhat yang menyelisihi jalan kebaikan. Dengan kesabaran, syahwat dapat direm, dan dengan keyakinan, syubhat dan kesamaran bisa ditepis.”
Syubhat dan syahwat sudah menjadi senjata abadi musuh manusia, tinggal kita saja yang mau atau tidak mau untuk menuntut ilmu, menyakini, serta mengamalkan ketaatan kepada Allah. Inilah pilihan bagi kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar